Menyusuri Eksotisme Perkampungan Minangkabau di Kototinggi Gunuangomeh

Menyusuri Eksotisme Perkampungan Minangkabau di Kototinggi Gunuangomeh
Kompleks Rumah Adat Bagonjong Limo nan Memikat
Post by : Arfidel Ilham, 5 Jumadil Akhirah 1439

Tidak hanya dikenal lewat sejarah sebagai salah satu daerah basis
perjuangan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) 1948/1949,
Nagari Kototinggi, Kecamatan Gunuangomeh, Limapuluh Kota menyimpan beragam pesona. Seperti apakah?

Gonjong Limo : Puluhan rumah gadang khas Minanhkabau berderet memenuhi Jorong Lokuang, Nagari Kototinggi, Gunuangomeh, Limapuluh Kota/foto by: Arfidel Ilham.

Arfidel Ilham--Gunuangomeh

Atap dengan lima buah bagian ujungnya yang lancip diatas puncak rumah gadang, terlihat semarak di Jorong Lokuang, Nagari Kotitinggi, Kecamatan Gunuangomeh, Limapuluh Kota, ketika penulis berkunjung, Minggu(4/1) pagi.

Selain agrowisata dengan ratusan hektar kebun jeruk dan taman alami
geopark dengan goanya yang menakjubkan, Nagari Kototinggi Gunuangomeh juga menyimpan pesona budaya yang layak dikemas sebagai cultural tourism.

Rumah adat khas etnis Minangkabau yang populer disebut rumah gadang
bagonjong itu, terlihat cukup banyak dan tetap lestari sebagai bukti
budaya dan tradisi yang masih melekat pada masyarakatnya.

Kendati urung bertemu Walinagari, Yonggi Fadly, sebagai pemimpin
tertinggi dalam struktur pemerintahan nagari, penelusuran perkampungan
yang unik di lingkaran perbukitan Gunuangomeh sudah cukup memberikan kesan pesona potensi budaya dan tradisi di Kototinggi.

Bersama, Metrizal, salah seorang mantan pimpinan disalah satu Jorong
di Kototinggi itu, setidaknya sudah tergambarsekelumit cerita menarik
perkampungan adat Jorong Lokuang.

Kondisinya masih terjaga dengan setumpak perkampungan dihiasi atap
gonjong khas rumah gadang. Meski satu dua terlihat mulai reot dimakan
usia, sebagian besar masih terawat dan ditempati. Hal ini menjadi
bukti tradisi dan budaya Minangkabau masyarakatnya yang tak lekang
digerus waktu.

Sejumlah suku atau kelompok masyarakat satu keturunan yang mengambil garis silsilah keturunan ibu (Matrilinial, red), ditandai dengan rumah gadang yang ada. Sekitar 30 unit rumah gadang seperti disusun rapi dalam sebuah perkampungan dalam lembah dikelilingi perbukitan.

Meski kampung seribu rumah gadang atau seribu gonjong di Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat lebih awal populer dan dikenal masyarakat luas. Namun pesona terpendam perkampungan adat di
Kototinggi tak kalah menariknya.

Betapa tidak, setumpuk perumahan dengan atap rumah didominasi gonjong dan terdiri dari kaum dengan banyak suku yang ada, menyatu dalam satu komplek kecil pemukiman sederhana. Sudah barang tentu akan mengahdirkan suasana kehidupan tradisi hingga saat ini.
Jesigo: Potensi pertanian dan agrowisata selain rumah gadang bagonjong limo di Lokuang, Kototinggi, Gunuangomeh, Limapuluh Kota, Sumbar/Arfidel Ilham/

Ada tingkatan penghulu dan rumah gadang yang dimiliki. Artinya setiap
rumah gadang dimiliki suku atau kuturunan kerabat terdekat dari
keturunan ibu. Sejumlah nama  suku-suku yang ada itu, Jambak, Salo, Melayu, Chaniago, dan sejumlah suku lainnya.

"Ini merupakan salah satu perkampungan tuo, di Nagari Kototinggi atau yang disebut dengan Kewalian Kotoloweh,"ungkap salah seorang tokoh masyarakat Kototinggi, Ujang Khatib ketika menceritakan sedikit tentang perkampungan tersebut.

Selain Jorong Lokuang, ada Jorong Sungaidadok dan Jorong Muaro di
Nagari Kotinggi, Kecamatan Gunuangomeh dengan deretan perkampungan yang masih dihiasi rumah bagonjong.

Berdampingan dan hanya berbatas sedikit halaman rumah, semua suku yang ada hidup damai tanpa diwarnai sengketa tanah  dan  lahan.

Jorong Lokuang merupakan perkampungan yang dikelilingi perbukitan yang ditumbuhi pohon jeruk yang cukup dikenal dengan Jesigo singkatan dari jeruk Siam Gunuang Omeh."Tinggal dipoles saja, wisata budaya dan wisata pertanian didaerah ini,"tambah Metrizal.

Pengunjung nikmati buah jeruk segar langsung di perkebunan/Arfidel Ilham

Tokoh masyarakat Kototinggi, Desri juga menyampaikan hal yang sama,
potensi besar untuk wisata budaya, pertanian  jeruk siam, goa dan
wisata sejarah hingga religi lengkap didaerah yang juga tengah dibangun Monumen Nasional Bela Negara ini.

Ketika ingin menikmati suasana kehidupan masyarakat Minangkabau yang tinggal dirumah gadang, disinilah tempatnya. Hanya berjarak sekitar 44
kilometer dari Kota Payakumbuh atau sekitar satu jam perjalanan
berkendara.

"Belum dikemas secara apik, pesona Kototinggi sudah mampu menjadi
salah satu tempat menarik untuk dikunjungi. Apalagi jika perhatian
Pemerintah dan kesadaran masyarakat untuk menggeliatkan wisata kian kian terarah, kita yakin mampu mendongkrak  kesejahteraan masyarakat juga,"sebut Desri.(***).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Walinagari Berasa Lebih

Kayukolek Negeri Diatas Awan yang Menawan